Sen. Jan 28th, 2019

BUDIDAYA SEMUT KROTO, MODAL SEDIKIT, UNTUNGNYA MENGGIGIT!

Budidaya Semut Kroto. (Foto ilustrasi/Net).

“Jika dalam satu sarang sudah banyak terlihat kroto atau telur semut kroto, bisa segera dipanen. Bisa menggunakan sarung tangan yang diolesi tepung tapioka. Caranya menggunakan penyaring cendol, telur akan tersaring dan semut-semutnya dikembalikan ke Rak,”

BB74, Jakarta – Industri Burung Kicau terus menggeliat dari waktu ke waktu. Mulai dari budidaya burung kicau hingga pakan dan obat-obatan serta jamu-jamuan pendukung burung agar makin berkicau. Namun begitu, masih jarang yang menggeluti budidaya Semut Kroto. Padahal jenis semut yang satu ini disebut-sebut sangat menjanjikan.

Diketahui, Semut ngangkrang (Rangrang) atau semut kroto senang membuat sarang di pepohonan. Krotonya banyak dicari lalu dijualbelikan, misalnya sebagai pakan ocehan dan umpan memancing. Wajar jika kebutuhan kroto termasuk tinggi serta mudah dipasarkan dengan harga lumayan mahal.

Usaha memperoleh kroto dapat juga dengan membudidayakan sendiri, trik maupun piranti budidayanya cukup sederhana, antara lain sarang terbuat dari toples bening ditempatkan di rak khusus.

Agar semut kroto tak pergi dari rak, bagian kaki-kakinya diberi piring atau mangkok kecil yang diisi minyak goreng. Pakan semut kroto dapat diberi ulat Hongkong dan minumannya cukup air gula. Setiap 12 toples atau sarang, satu ons ulat Hongkong bisa untuk kisaran lima hari dan satu gelas air gula bisa untuk empat hari.

“Biaya membeli pakan dan minumannya tidak mahal, tapi pembudidaya semut ngangkrang bisa rutin memanen dan menjual kroto. Ketika semutnya semakin banyak dapat juga dijual,” papar pembudidaya semut kroto, Widodo asal Sidokarto Sleman, baru-baru ini seperti dilansir krjogja.com.

Menurutnya, toples sebagai tempat bersarang dipilih dari bahan terbuat dari mika, sebab jika plastik biasa sering muncul bau yang kurang disenangi semut kroto. Sebagai pintu keluar masuk semut, toples dapat dibuat satu atau dua lubang.

Rak-raknya bisa terbuat dari kayu yang dibuat bertingkat tiga. Jarak antara tingkat pertama dan kedua kisaran 35 cm, tinggi rak 100 cm, lebar 40 cm dan panjang 122 cm. Setiap tingkatnya dapat untuk menempatkan 12 toples.

“Jika dalam satu sarang sudah banyak terlihat kroto atau telur semut kroto, bisa segera dipanen. Bisa menggunakan sarung tangan yang diolesi tepung tapioka. Caranya menggunakan penyaring cendol, telur akan tersaring dan semut-semutnya dikembalikan ke rak,” ungkap Dodo.

Budidaya semut kroto menggunakan toples sebagai sarang yang ditempatkan di rak-rak pun diterapkan Sigit Suhendra asal Banguntapan Bantul. Hanya saja ia menggunakan toples dengan ukuran lebih besar dengan diberi tiga lubang atau pintu untuk keluar-masuk semut.

Bahkan di dalam toples besar masih diberi toples lebih kecil. Agar merasa lebih nyaman, di bagian luar toples kecil diberi daun-daun nangka sudah kering. Semut akan banyak bertelur di toples yang lebih kecil. Saat memanen, toples besar diambil terlebih dahulu.

“Panen kroto biasa saya lakukan setiap bulan, bahkan selain kroto dapat juga menjual bibit semutnya, karena biasa ada yang ingin bisa membudidayakan semut kroto sendiri. Harga bibitnya sekarang ini rata-rata Rp 30.000 per toples,” jelas Sigit.

(Yan/Hug/Bb74)