Drs.H.YUSRAN A.SILONDAI, M.Si KUNJUNGAN KERJA DI KAB.KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA.
Kendari; Senator DPD-RI/MPR-RI Drs. H. Yusran A.Silondae,M.Si dari dapil Sulawesi tenggara melaksanakan kunjunga kerja dibeberapa kecamatan di Kabupaten Konawe.
Drs.H.Yusran A. Silondae.Msi.
Kunjungna Drs. H. Yusran Silondae Msi.Kabupaten Konae di Kecamatan lalonggas meeto bertempat di desa R.paka dan di sambut langsung oleh camat lalonggas meeto Faisal Taridala SH, yg di dampingi oleh para kepala kepala desa se-kekecamatan Lalonggasmeeto,Muspika kecamatan,ketua ketua BPD serta tokoh tokoh masyarakat Se- kecamatan Lalonggas meeto dan pada hari Kedua dilanjutkan di kecamatan Kapoiyala desa Labotoi , juga Di sambut oleh camat Kapoiyala bapak Mohamar ,Muspika kepala2 desa ketua dan wakil ketua BPD dan dilanjutkan dengan acara tatap muka langsung dengan unsur kepala- kepala desa ketua2 bundes ketua dan anggota Badan perwakilan Desa, tokoh-tokoh Masyarakat.
Yusran A.Silondai Dalam sambutannya mengurai kan secara panjang lebar tentang tujuan melaksanakan reses diantaranya adalah untuk menjaring aspirasi dari masyarakat sultra secara umum dan masyarakat kabupaten Konawe secara khusus untk di usulkan ke DPD RI sebagai usulan permintaan masyarakat yg di wakilinya pada sidang sidang DPD.
Lanjut Yusran menambahkan bahwa reses kali ini sekaligus melaksanakan uji petik pelaksaan UU no 6 thn 2016 tentang desa khususnya kegiatan Perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. thn 2016 -2017 . Yusran menambahkan bahwa hal yang harus dipahami oleh camat termasuk kepala Desa ,sekertaris desa dan BPD antaralain terkait pemahaman yang diamatkan oleh UU No 6 Tahun 2014 yakni : Perencanaan Desa, Permbangunan Desa dan Pemberdayaan Masarakat Desa.
Di dua Kecamatan yang dikunjungi Yusran A.Silodai yakni Kecamatan Lalonggas meeto dan Kecamatan Kapoiyala menjabarkan :
Kecamatan Kapoiyala
I. Perencanaan Desa
Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten dan kota. Rencana pembangunan desa disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
Mekanisme perencanaan menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
• Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa. Kemudian Sekretaris Desa menyampaikan kepada Kepala Desa.
• Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disampaikan Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk pembahasan lebih lanjut.
• Rancangan tersebut kemudian disepakati bersama, dan kesepakatan tersebut paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
• Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama, kemudian disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada camat atau sebutan lain.
• Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Jika dalam waktu 20 hari kerja Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
• Jika kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
• Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
• Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
• Pembatalan Peraturan Desa, sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal pembatalan, Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa.
• Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.
II. Pembangunan (Masyarakat ) Desa
Sebagaimana dikemukakan di atas, pembangunan adalah Merupakan proses perubanan yang disengaja dan direncanakan lebih Lengkap lagi, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau Direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehandaki ke arah yang dikehendaki. Istilah pembangunan umum- nya dipadamkan dengan istilah developmen, sekalipun istilah developmen sebenarnya berarti perkembangan tanpa perencanaan. Maka pcmbangunan masyarakat desa juga disebut rurar development. Demikian pula istilah modemisasi juga sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai proses penerapan pungetahnan dan teknologi modem pada berbagai segi atau bidang kchidupan masyarakat. Sehingga, ada pula yang mendefinisikan pcm- bnngunan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan. perubahan sosial melalui modemisasi.
a. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan:
• Mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
• Mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa;
• Menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal;
• Menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
• Mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
• Mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;
• Mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa;
• Menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa;
• Melakukan Pendampingan Desa yang berkelanjutan; dan
• Melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
Secara legal formal, dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 112 ayat 4 diamanatkan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. “Pendampingan” termasuk penyediaan sumber daya manusia pendamping dan manajemen. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa junto Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memandatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.
1. Tenaga Pendamping
Tenaga Pendamping profesional bukan pengelola proyek pembangunan di Desa. Kerja Pendampingan Desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat Desa melalui proses belajar sosial. Dengan demikian, pendamping tidak dibebani dengan tugas-tugas pengelolaan administrasi keuangan dan pembangunan Desa, karena berdasarkan peraturan perundang-undangan hal tersebut sudah menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah Desa.
( Mochtar-Wakatobi)