Rumah Layak Huni Bantuan Pemprov NTB, Kuburun Bagi Penerima
Sumbawa Barat NTB – Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga, tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial. Untuk menunjang fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang baik, maka harus dipenuhi syarat fisik yaitu aman sebagai tempat berlindung, secara mental memenuhi rasa kenyamanan dan secara sosial dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga, menjadi media bagi pelaksanaan bimbingan serta pendidikan keluarga. Dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni, diharapkan tercapai ketahanan keluarga.
Pada kenyataannya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan tersebut bukanlah hal yang mudah. Ketidak berdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH). Demikian juga persoalan sarana prasarana lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat tercapainya kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana prasarana lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah sosial dan kesehatan.
Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni yang dihuni atau dimiliki oleh kelompok fakir miskin memiliki multidimensional. Oleh sebab itu, kepedulian untuk menangani masalah tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat (stakeholder) baik Pemerintahpusat maupun Daerah, dunia Usaha, Masyarakat, LSM dan elemen lainnya. Untuk memperbaiki RTLH tersebut, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Pemukiman dan Prasarana mengalokasikan kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH) yang dipadukan dengan pembuatan Sarana dan Prasarana Lingkungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diakses secara umum.
Sebanyak 54 Unit rumah tidak layak huni (RTLH) di Kabupaten Sumbawa Barat menerima bantuan sosial peningkatan kualitas RTLH dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Nusa Tenggara yang di gelontorkan untuk Kecamatan Poto Tano terbagi untuk empat desa yaitu Desa Kokarlian, Senayan, Tambak Sari dan Poto Tano melalui Anggaran APBD Provinsi NTB TA 2017 dengan nilai anggaran Rp 1,350.000.000. Bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu tersebut diharapkan dapat membantu mengatasi kemiskinan di Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat.
Program bantuan bedah rumah bagi keluarga kurang mampu kembali dikeluhkan, Karena pengerjaannya dinilai asal-asalan dan serampangan, kali ini kwalitas bangunan bedah rumah bantuan dari Dinas Pemukiman dan Prasarana PU NTB menggunakan Anggaran APBD Provinsi NTB TA 2017 dipertanyakan. Betapa tidak, rumah bantuan tersebut kembali menuai masalah, beberapa pemilik rumah penerima bantuan Rumah Layak huni tersebut mengeluh atas kondisi rumah yang dibangun oleh Kontraktor “Siluman“, karena hingga kini baik Kepala Desa maupun Staf Desa, di empat desa penerima bantuan Rumah Layak huni dari Pemprov NTb tersebut tidak mengetahui pasti nama Kontraktor yang mengerjakan rumah tersebut.
Nengah Karang 80 tahun asal Kampung Budi Sari Dusun Daya Makmur Desa Kokarlian kepada Media, Kamis (26/1017), mengakui kalau rumah yang dibangun oleh Kontraktor Bantuan Pemprov NTb tersebut jauh dibawah standar kwalitas untuk dapat dihuni, persoalannya adalah bahwa rumah tersebut sudah roboh ditiup angin bagian depannya sebelum dipasang atap, karena bangunan tersebut asal-asalan dibangun tanpa memikirkan keselamatan penghuni, “Saya sangat takut tinggal di rumah bantuan Pemprov NTb tersebut, karena sama halnya Bunuh Diri atau menggali kuburan buat keluarga saya,“ kata Nengah Karang.
Sejauh ini menurutnya, sejak dibangun RLH oleh Kontraktor, pihaknya sudah mewanti-wanti agar dibangun sesuai standar Nasional, namun hal tersebut diabaikan oleh pihak kontraktor, “Untung saya belum masuk tinggal dirumah bantuan tersebut, kalau tidak mungkin telah menjadi kuburan bagi keluarga saya dan saya menolak tinggal dirumah bantuan tersebut, karena rawan keselamatan,“ protes Nengah.
Sedangkan Nyoman Lungeh 70 tahun asal Kampung Semarekat Desa Kokarlian juga mengeluhkan hal yang sama, bahwa rumah bantuan miliknya juga mengalami roboh bagian depannya sebelum dipasang atap, dikarenakan pengerjaannya asal-asalan, “Saya takut pak tinggal di rumah bantuan tersebut, biar saya tinggal dirumah kumuh asal keluarga saya selamat, kalau saya tinggal di rumah bantuan sama halnya Pemerintah menggali kuburan bagi keluarga saya, dan bapak bisa lihat sendiri kondisi fisik bangunan rumah tersebut yang sudah mengalami roboh bagian depannya,“ katanya.
Hasil investigasi Media Kamis (26/10/17) dilapangan, ditemukan beberapa bangunan rumah bantuan tersebut mengalami retak-retak, batako pada hancur, campuran semen bagaikan abu, dan paling ironis beberapa bangunan rumah yang belum sempat dipasang atap mengalami konstruksi tembok pada goyang saat dipegang.
Ironisnya, sejak dimulai pengerjaan oleh pihak rekanan dari pulau Lombok, tidak ada sosialisasi melalui Desa siapa nama Kontraktornya, dimana papan nama proyek dipasang, tidak ada papan informasi ataupun Dreksiket, tiba-tiba Batako, Konsen sudah jadi datang dari pulau Lombok tanpa memperhatikan kwalitas.
Sebelumnyan Media juga pernah memberitakan, Dari pantauan wartawan di lapangan pada Jum’at (04/08/17) saat itu, rumah bantuan milik I Nengah Kari tersebut, tampak terlihat pondasi menggunakan batako sebagian sudah hancur lebur, ternyata batako yang dipasang oleh kontraktor campurannya tidak sesuai, karena saat diinjak pondasi batako tersebut langsung pecah dan menjadi hancur, sedangkan besi balok tariknya pada roboh dan tercabut dan tidak bisa dipegang.
Untuk membuktikan hal tersebut, wartawan mencoba memegang dan menginjak balok tarik yang sudah terpasang, ternyata besi yang sudah berdiri terpasang langsung roboh karena balok tarik yang diinjak tersebut langsung pecah dan menjadi abu.
Dari temuan tersebut, ditemukan kejanggalan kwalitas berupa Batako tidak sesuai campuran semen, kayu konsen maupun pintu dan jendela menggunakan kayu Lamtoro yang sudah jadi didatangkan dari pulau Lombok, terlihat kwalitas kayu sebelum dipasang sudah dimakan rayap, semen yang digunakan adalah semen Holsim bukan semen tiga roda sesuai RAB, besi yang digunakan adalah besi 8 kurus yang bukan standar SNI.
M Dahlan Kepala Desa Kokarlian yang mendapat bantuan bedah rumah dari provinsi 24 unit untuk warganya mengatakan, sebagai Kepala Desa yang melindungi masyarakatnya sangat tidak bisa menerima kondisi fisik bangunan Bedah Rumah yang dikerjakan oleh Kontraktor, karena sangat tidak sesuai mutu dan kwalitas dan pengerjaanpun asal-asalan, justeru pihaknya merasa sangsi atas keselamatan warganya untuk tinggal dirumah bantuan tersebut, “Saya selaku kepala desa menolak dengan tegas kwalitas bangunan bedah rumah tersebut, karena kondisi fisik bangunan sangat rawan roboh dan batakonya mudah hancur, sekali lagi saya tolak,“ Kata Dahlan tegas.
Menurutnya, apabila dilihat kontruksi bangunannya diakuinya rumah sangat sederhana (RSS) yang diterimanya itu tidak maksimal. “Masih ada lubang-lubang pada tembok, didingnya sudah mulai rontok padahal baru seminggu kelar, kok tidak rapi ya?,” Ungkapnya.
Ia khawatir rumah yang dihuninya itu tidak akan bertahan lama karena menurutnya tiang-tiang pilar bangunan tidak semuanya dicor bahkan besinya tampak hanya disangkutkan sehingga bagian atapnya sewaktu-waktu saat bisa saja roboh. Selain kontruksi bangunan yang terkesan asal-asalan, jendela dan pintu rumah dua kamar itu tampak hanya ditaruh begitu saja dan tidak dipasang sebagaiman mestinya. “Sempat ada warga penerima bantuan bedah rumah yang datang ke saya mengkomlplin masalah kondisi rumah yang dibangun oleh kontraktor , hal ini tidak bisa dibiarkan,“ Tegas Dahlan.
Dahlanpun mempertanyakan kwalitas material yang dibangun oleh kontraktor, lantaran material atau bahan bangunan yang dipakai oleh kontraktor dalam pembangunan RTLH dimaksud tidak layak huni untuk pembangunan unit rumah, yang mana Batako untuk dinding rumah mudah hancur ketika diangkat maupun dipasang dan tiap unit rumah hanya menerima 10 zak semen merk Holsim. Hal itu menurut Dahlan tentunya tidak sesuai dengan kontrak dan sfesifikasi pekerjaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) I Pemprov NTB TA 2017.
lantaran kwalitas bahan dianggap tidak sesuai, maka RLH ketika diserah terimakan kelak tidak akan berani ditempati pemiliknya karena sama dengan menggali kubur bagi pemiiliknya , karena dikwatirkan bangunan rumah tersebut akan mudah roboh dan menimpa penghuninya.
Selain itu, Kepala Desa Senayan H Sudarli S.Ap juga angkat bicara, kepada wartawan mengaku kalau belakangan ini banyak warga yang datang kepadanya mengeluhkan kondisi bangunan RTLH yang dikerjakan oleh kontraktor yang diduga siluman, dengan kwalitas bahan yang begitu rendah dan tentunya hal itu dianggap sebagai permasalahan yang serius.
Menurutnya, pada dasarnya pihak Pemerintahan Desa tidak tahu menahu dengan Program Pemprov NTB, karena program tersebut tidak dikerjakan oleh Pemerinttah Kecamatan atau Desa justru dikerjakan oleh Kontraktor yang tidak jelas CVnya karena papan nama maupun informasi sama sekali tidak ada dipasang oleh kontraktor, “Saya berani katakana bahwa proyek ini tidak jelas dan berapa anggarannya,siapa kontraktornya, siapa konsultannya maupun PPK nya, karena tidak ada papan informasi yang terpasang,“ Kesal H Sudarli.
Sudarli juga mengatakan rumah yang dibangun oleh Pemprov NTB melalui Kontraktor dibangun asal jadi serta dapat membuat ketidaknyaman sebagai tempat tinggal permanen. “Bagaimana bisa membuat nyaman tinggal di rumah, kalau pondasinya tidak kokoh. Anda (wartawan) bisa lihat pekerjaan pembangunan pondasi tidak sesuai dengan bestek (gambar) yang telah ditetapkan,” Katanya.
Kemudian, ada pondasi yang dibangun setinggi 30 sentimeter meski dalam gambar yang ditunjukkan seorang pekerja ketinggiannya mencapai 60 sentimeter. “Kami tidak banyak menuntut, tapi tolong dikerjakan sesuai dengan bestek yang telah diberikan RLH. Kecurangan itu kami nilai sengaja dilakukan pihak kontraktor yang mencari keuntungan besar,“ Ujar Sudarli.
Sebelumnya, Bupati Sumbawa Barat Dr Ir H W Musyafirin MM pernah mengkritisi RLH bantuan Pemprov NTB melalui Kontraktor , kepada wartawan melalui via Seluler (04/08/17) sangat menyayangkan kondisi bangunan RTLH yang tidak sesuai Sfesifikasinya, hal tersebut sangat merugikan pemerintahannya yang berdampak kepada masyarakat penerima bantuan RTLH tersebut.
“Saya selaku Bupati sangat mengapresiasi pengawasan oleh kepala desa terhadap RTLH bantuan Pemprov NTB itu, hal itu sebagai tindak lanjut pengawasan melekat kepada para kontraktor yang ingin bermain terhadap RTLH,“ Kata Bupati.
Menurut Bupati, bahwa sistim yang dilakukan oleh Pemprov NTB terhadap RTLH melalui rekanan, sangat mudah diselewengkan hal ini sangat berdampak kepada kwalitas RTLH tersebut, lain halnya apa yang dilakukan oleh Pemda Sumbawa Barat terhadap rumah tidak layak huni (RTLH) di kabupaten yang berada di ujung barat Pulau Sumbawa itu tercatat 3.883 unit melalui sistem Program Daerah Pemberdayaan Gotong Royong (PDPGR) yang sudah diperdakan telah sukses tanpa ada komplin dari masyarakat penerima RTLH, “Kalau dilihat anggaran PDPGR untuk RTLH sangat kecil bekisar 7-10 juta dan kwalitasnya sangat bagus, lain halnya anggaran yang digelontorkan melalui Pemprov NTB untuk RTLH sangat besar bekisar 25 juta per unit pengerjaannya melalui rekanan, hal ini sangat tidak sesuai kwalitas bangunan seperti yang terjadi di Desa Kokarlian,“ Kata Bupati.
Bupati meminta Dinas Pekerjaan Umum melalui Bidang Prasarana dan Perumahan Provinsi NTB untuk mengambil tindakan tegas dan menegur pemborong yang mengabaikan kualitas material bangunan.
Ia meminta pengawas di lapangan agar ketat melakukan pengawasan kualitas pekerjaan.
“Saya sudah perintahkan ke semua kepala desa maupun warga penerima RTLH untuk melakukan pengawasan secara ketat atas RTLH yang dikerjakan melalui kontraktor, agar kwalitas bangunan terjaga,“ Tegas Bupati.
Untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak kontraktor maupun konsultannya, pihak media sudah beberapa kali melakukan komukasi dengan pihak kntraktor agar persoalan kwalitas RLH tersebut mengutamakan Kwalitas dan nyaman huni , namun hal tersebut diabaikan baik oleh kontraktor maupun PPKnya.
(Edi Chandra)